Ayah Punya Cara Sendiri Dalam Mencintai kita


            Ayah adala ayah. Dengan pengecualian pada kasus-kasus yang membuat seorang anak  tidak beruntung lantaran berayah aneh. Tapi  dibawah ufuk dan cakrawala kehidupan yang natural dan terbenang luas, ayah adalah ayah. Pada bahunya yang melindungi, pada matanya yang mewanti-wani, pada suaranya yang memperjelas batas baas, pada batuknya yang menandai, pada kata-katanya yang mudah, ayah kita adalah ayah sebenar-benarnya ayah.
            Entu banyak kurang di sana-sini. Tapi tidak adil rasanya kekurangan itu kita timpahkan semua kepada ayah kita sebagai pengurang berlebihan atas apa yang  seharusnya kita tahu dan kita mengerti tentang ayah kita. Faktanya kita sering gagal menampung seutuhnya apa yang ayah definisikan tentang dirinya. Sebab ayah kita sering mendefinisikan dirinya justre tanpa ‘definisi. Ayah kita menjelaskan dirinya seperti  apa adanya dia, melalui keseluruhan hidupnya yang ia berikan kepada kita. Tanpa banyak kaa keterangan, anpa banyak afsiran, tanpa banyak lampiran. Itulah yang disebut dengan “Cara ayah kita mencintai kita.”
            Di tahun-tahun yang sulit membesarkan kita, ayah kia selalu punya jalan untuk opimis. Ia puya caaara tersendiri  bahwa setelah gelap yang pekat, subuh segera tiba. Dan siang yang terang menjadi gamblang. Meskipun iu hanya ertangkap dalam kata-kata sederhana yang itu-itu saja”Semoga aau Mudah-mudahan.” Tapi hidup terus dan kita pun tumbuh gemuk-gemuk hingga kini. Setidaknya tidak terlampau kurus yang sangat-sangat.
            Di ahun-tahun yang lapang, saat beberapa nikmat berkenaan datang, ayah kita selalu tahu bagaimana bersyukur. Di lubuk hatinya yang palin dalam, ia selalu jujur berkata, bahwa karena ada kita, anak-anaknya, Allah membagi rezekinya dan karunia. Setiap ayah selalu merasa rezekinya ada, sebagian karena kia anaknya. Sementara kita jarang yang meyakini, bahwa rezeki kita ada, lantaran ada orang tua kita.
            Hampir setiap ayah mengambil sisi tanggung jawabnya sebagai ayah mendahului apa yang bisa ia nikmati sebagai ayah. Maka tak bisa dipungkiri, sering knsekuensi dari itu tergambar dalam sikap-sikapnya yang khas dalam membimbing kita, memerlukan kita dan menyerai kita. Sebagian imbalannya, islam melarang seorang anak menasabkan dirinya kepada selain ayahnya. Tapi kita terlalu lambat untuk memahami, bahwa itu yang disebut sekali lagi, “Ayah kita punya cara tersendiri untuk mencintai kita.     
Share this article :
 

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Rawa Banteng Blogger - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger