Semangat saja tidak cukup untuk membantu Al Aqsha. Harus ada
langkah kongret untuk maju ke medan jihad, sambil mengambil shaf terdepan untuk
menjaga al Aqsha dari tangan-tangan kotor Zionis Yahudi, LAKNATULLAH. Saking semangatnya,
aktifis da’wah yang mengikuti aksi solidaritas untuk palestina di berbagai
tempat, lantang berteriak: “Kirim tentara Allah ke bumi Palestina!” seperti
itulah gelora kaum muslimin yang gemas menyaksikan Al Aqsha hari ini, yang
diserang dan diruntuhkan.
Hizbut tahrir Indonesia (HTI)
misalnya, mendesak pemerintah Indonesia, mengirim TNI untuk membebaskan Al Aqsha.
Realities atau tidak, pemeritah atau pemimpin umat islam harus di dorong untuk
peduli Al Aqsha yang di serang oleh zionis Israel. “inginnyan selesai demo
langsung terbang ke palestina untuk membela Al Aqsha,” begitu kata seseorang
demonstran dari HTI di depan dubes AS, beberapa waktu lalu.
Pertnyaannya, bagaimana kaum
muslimin menghadapi tentara-tentara biadap itu? Rencana dan strategi apa yang
bisa menggentarkan musuh? Kumudian, bagaimana menyatukan*-+hati kaum muslimin
di seluruh dunia utuk merebut Al Aqsha di tangan zionis yahudi? Juga bagaimana
kemungkinan bergabungnya Israel yang yahudi dengan amerika dan Negara-negara
eropa yang kristinia?.
Serangan yang yang dilakukan zionis
Israel terhadap Al Aqsha dengan senjata canggih itu adalah kebiadaban. Tindakan
ini tidak bisa dihentika denga doplomasidan segala bentuk perundinga.
Satu-satunya bahasa yang dipahami Israel adalah kekuatan melawan kekuatan.
“saya membayangkan bagaimana Negara OKI menggirim tentara 1.000 saja, maka dari
m57 negara anggota OKI, tentu saja cukup besar dan luar biasa.”
Menurut ismail, hanya dengan tentara saja Al Aqsha bisa
direbut kembali. “kalau Cuma dikirim kelompok atau pereorangan, tidak akan
sampai kesana. Kita sudah coba, pengiriman kelompok itu hanya sampai rafa saja,
tidak bisa masuk ke palestina dan jantung Al Aqsha. Akhirnya, mujahid
palestinaberjuang sendiri. Sementara kita tidak bisa masuk ke dalam. Itulah
sebabnya Negara yang bisa memainkan peran.”
Sangat di sesalkan, jika
negeri-negeri muslim yang berkuasa bukan hanya kepentinga islam, tapi
kepentingan diri sendiri dan Negara barat. Pemimpin muslimini layak di dukung.
Pemimpin arab tidak pernah sadar. Hanya dengan satu kekuatan, yang bisa
menyatukan hati kaum muslimin untuk merebut Al Aqsha, yakni dibentuk tentara
khalifah seperti yang pernah dilakukan oleh Shalahuddin Al Ayyubi saat perang
salib.
Sikap tidak peduli pemimpin arap
atas Al Aqsha, boleh hanya traumatic mereka ketika kalah dalam perang
arab-israel tahun 1967. “yang namanya perang menang-kalah itu biasa.
Rasullulloh SAW pernah mengalami menang dan kalah dalam peperangan. Itu biasa,”
ungkap ismail susanto.
Otoritik Pemimpin Islam
Kenapa kemenangan belum diraih oleh
kaum muslimin untuk merebut kembali Al Aqsha yang dirampas yahudi laknatullah?
Itu akibat sikap para pemimpin negeri muslim sendiri, khususnya pemimpin arab.
OKI tak ubahnya macan ompong, hamas-fatah terus bertikai. Tokoh islam diam-diam
menjalin diplomatic, dagang, budaya dan berbagai bentuk diplomasi dengan
Israel. Mesir dan Negara-negara arab diharapkan dapat membuka pintu gerbang
bagi masuknya mujahid untuk berjihad di palestina dan membela Al Aqsha, malah
dihalang-halangi. Bahkan Negara arab rela menjadi jongos AS dan sekutunya.
Kenapa umat islam harus membela Al
Aqsha? Menutut sekjen KISPA (Komite Indonesia Untuk Solidaritas Palestina)
Ustadz Ferry nur, Al Aqsha telah menjadi tempat suci kaum muslimin, setelah
Masjidil Haram-Makkah dan Masjid Nabawi-Madinah. Al Aqsha adalah kiblat pertama
kaum muslimin, sebelum dipindahkan ke mekkah-Arab Saudi. Al Aqsha adalah situs
bersejarah bagi kaum muslimin yang diropak zionis Israel sejak 1946 hingga saat
ini. Karena itu harus dijaga.
Membela Al Aqsha, di butuhkan
pemahaman dan kesadaran umat islam yang berada di mana saja. Mengigat, hingga
saat ini masih ada peryataan tendensus, entah dipahami atau tidak, bahwa Al
Aqsha bukanlah urusan kaum muslimin. Sebagian dari kaum muslimin berdalih,
masih banyak problematika yang harus diselesaikan oleh kaum-kaum muslim,
seperti kemiskinan, kebohan, lorupsi dan problematika sosial lainnya.
Kalau pun sudah memahami umat islam
kembali “diserang” perasaan lelah dan jenuh untuk mau mendengar nasib rakyat
palestina dan Masjidil Aqsha. Ketika terjadi serangan terhadap Al Aqsha, kaum
muslimin memalingkan wajahnya karena menggangkap hal yang biasa. Akibatnya,
umat islam tidak pernah serius dalam membantu palestina dan membela Al Aqsha.
Menurut ferry nur, umat islam tebagi
dua dalam menyikapi penderitaan rakyat palestina dan nasib Al Aqsha. Ada yang
serius dan komitmen. Adapula yang tidak tahu menahu. Inilah menjadi tugas ulama
dan para aktivis islam dalam menginformasikantentang apa yang terjadi di Gaza,
missal, umat islam sangat semangat dalam bahu-membahu melakukan penggalangan
dana bagi saudaranya.
Posting Komentar